Lumajang 1767
Jatuhnya Lumajang di Masa VOC 1767
VOC
singkatan dari Vereenigde Oost Indische Compagnie didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah persekutuan dagang
yang berasal dari Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di
Asia. VOC memiliki hak Oktrooi atau hak istimewa yaitu :
- Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
- Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1.
memelihara
angkatan perang,
2.
memaklumkan
perang dan mengadakan perdamaian,
3.
merebut
dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4.
memerintah
daerah-daerah tersebut,
5.
menetapkan/mengeluarkan
mata-uang sendiri, dan
6.
memungut
pajak.
Karena
hak Istimewa yang dimiliki oleh VOC tersebut sehingga sewenang-wenang, karena
ingin menguasai daerah-daerah yang subur terutama daerah Jawa. VOC yang didukung oleh militer Belanda untuk menyelesaikan perlawanan-perlawanan
dari kalangan Kerajaan Jawa yang tidak suka dengan peraturan-peraturan
perdagangan yang dibuat oleh VOC. Karena
peraturan tersebut dianggap lebih memihak Belanda daripada kalangan pribumi
sebagai pemilik tanah.
Salah
satu imbas dari perlawanan yang tidak setuju dengan peraturan yang dibuat oleh
Belanda dengan VOCnya yaitu perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Singasari dari Mataram yang dikenal sebagai Prabujaka di wilayah Malang- Lumajang.
Belanda tidak hanya menghadapi perlawanan dari
Mataram saja, tetapi juga menghadapi keturunan dari Surapati yang berkuasa di
wilayah Lumajang, Malang, Antang dan
Porong.
Penguasa-Penguasa Keturunan Surapati yaitu Kartanegara (cucu) adalah Bupati Lumajang I,
Malayakusuma (cicit) putra dari Kartanegara adalah Bupati Malang, Kartayuda
saudara Kartanegara penguasa Panayungan dan Natayuda penguasa Porong serta
Nitinagara menantu Kartanegara penguasa Pasuruan.
Pemberontakan Kartanegara diawali dengan rasa tidak sukanya
terhadap Belanda yang dipimpin oleh Kapten Casper Lodewijk Tropponegro yang
bermarkas di Pasuruan, mengatakan akan
melupakan kesalahan kakeknya Untung Suropati yang melawan Belanda. Belanda
dalam aksinya membujuk Kartanegara mengutus Puspakusuma Bupati Banger (Sekarang
menjadi Probolinggo) untuk membujuk Kartanegara agar dapat bekerjasama dengan
Belanda.
Ajakan
kerjasama tersebut ditolak oleh Kartanagara, penolakan Kartanagara membuat
berang Belanda sehingga mengancam akan menyerang Lumajang. Ancaman Belanda
bereaksi lebih keras dan mencetuskan pernyataan “ Selama Kerisnya Masuk Runcing
“ Ia berjanji akan memerangi Kompeni
jika mereka berani masuk ke Lumajang.
Kartanagara membangun pertahanan dan mengirim prajurit untuk berpatroli di
perbatasan Lumajang-Banger serta membuat jebakan di sepanjang rute menuju
Lumajang.
Anak
Kartanagara, Malayakusuma yang juga Bupati Malang gelisah dengan rencana
penyerangan Belanda sehingga meminta Nitinagara Bupati Pasuruan menantu
Kartanagara melakukan diplomasi dengan pihak Belanda Belanda melalui Gezaghebber (Kontrolir,
Kepala Distrik) Surabaya untuk
membatalkan rencana serangannnya ke Lumajang.
Tetapi
Gubernur Belanda yang berada di Semarang telah membuat keputusan untuk
menyerang Lumajang, Kartanagara tidak akan dimaafkan dan akan digulingkan dari
posisinya sebagai Bupati Lumajang.
Harapan
Malayakusuma menyelamatkan ayahnya hancur ketika Belanda mengirim pasukannya ke
Lumajang, Ia memutuskan untuk membujuk ayahnya pindah ke Malang sebelum Belanda
melancatrkan serangannya. Sementara itu pengikut Kartanagara, Kartayuda
(Panayungan), Natayuda (Patih Porong), dan orang Bali Wayan Kutang mengungsi ke
Malang.
Ketika
Pasukan Belanda tiba di di Lumajang tidak mendapatkan perlawanan yang berarti,
sehingga Lumajang mudah ditaklukan , sekitar 60 orang pengikut Kartanagara di
Gununug Semeru menyerah.
Dari
perlawanan keluarga Kartanagara tersebut akhirnya Lumajang jatuh ke tangan
Belanda tahun 1767. Dan Kartanegara beserta keluarganya mundur ke Malang sampai
meninggal dunia di Tahun yang sama (1767). (AP2014)
Sumber :
Dr. Sri Margarana , SS. M. Hum, 2012
“ Ujung Timur Jawa 1763-1818, Perebutan Hegemoni Blambangan “. Penerbit Pustaka
Infada.
Komentar
Posting Komentar