Purbakala Lumajang
Candi Agung Randu Agung
Situs ini terletak di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung. Situs ini disebut masyarakat Candi Agung yang terletak di tengah persawahan. Candi Agung terletak di areal tanah seluas 10, 120 m2. Keadaan tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya, bagian yang tampak adalah bagian tubuh candi, sedangkan bagian atas candi atau mahkota telah runtuh sehingga bentuk aslinya tidak dapat diketahui lagi. Terdapat lubang di tubuh candi karena pembongkaran oleh seseorang yang mencari harta karun didalamnya.
Candi menghadap ke barat dengan ukuran 32 m ,
lebar 19 m dan tinggi yang tersisa 5 m. Di Depan candi pada jarak 2,65 meter
terdapat batur sebagai tempat berdirinya tiga buah bangunan yang lebih kecil.
Bentuk bangunan persegi panjang berukuran 10,5 x 5 meter. Menurut laporan
survey di Kabupaten Lumajang oleh Puslitarkenas tahun 1990 yang merunut Laporan
tahunan 1954 Dinas Purbakala jarak tiap-tiap sisi pagar keliling ke candi
berlainan yaitu sisi Utara 7,60 meter, Timur 6,70 meter, Selatan 11 meter dan
barat 6,25 meter (Soekmono 1962;20, Titi Surti Nastiti 1995:15).
Candi Agung pernah dilakukan ekskavasi oleh
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang BP3) tahun 1988 untuk
mengetahui keadaan pagar keliling dan
batur yang saat ini tertimbun tanah. Ekskavasi menindak lanjuti penelitian yang
dilakukan untuk menampakkan pagar keliling pada tahun 1954.
Ekskavasi tahun 1988 diketahui Bagian Utara
panjang keliling pagar Candi 40 meter,
menemukan juga kedua sudut pagar keliling di sebelah Timur Laut dan
Barat Laut. Pengukuran dilakukan kembali yang ternyata hasilnya berbeda dengan
penelitain pertama tahun 1954 adalah jarak dari bagian Utara 7,50 meter dan
Timur 8,75 meter (Suhartanto 1988;32, Titi Surti Nastiti 1995:15).
Candi agung banyak mengalami kerusakan akibat
tangan jahil manusia yang merusak dinding Candi sehingga perlu perhatian
khusus.
Pemeliharaan Candi Agung selama ini dilakukan
oleh Pak Sawuk yang merupakan petugas yang diangkat
oleh BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) di Trowulan.
Sejarah
Situs Randuagung.
Candi Agung berdasarkan sejarah berhubungan dengan Sejarah Pajarakan yang merupakan benteng pertahanan Mahapatih Nambi, Candi Agung ini diperkirakan tempat dimana Mpu Nambi melakukan perenungan sehingga masyarakat sekitar menyebut sebagai “Candi Gelisah”.
Dalam Negara Krtgama Pupuh XLVIII/2 dan Pararaton bahwa Raja
Jayanegara (1309-1328) berangkat ke Lumajang untuk memerangi musuh dan
menyerang benteng di Pajarakan dan Ganding terus menyerbu Lumajang, rumah Nambi dikepung sehingga tidak sempat
melakukan strategi pertahanan karena serbuan yang mendadak. Para Pembesar
Majapahit yang ikut serta dalam kepulangan Nambi di Lamajang terbunuh
diantaranya : Pamandana, Mahisa Pawagal, Panji Anengah, Panji Samara, Panji
Wiranagari, Jaran Bangkal, Jangkung, Teguh, Sami, Lasem dan Emban yang semuanya
Pengadean (pengikut setia) Raden Wijaya atau Raja Sanggramawijaya ketika
berkuasa. Serta rakyat Lamjang yang menjadi pengikut Arya Wiraraja dan
Pranaraja.(Prof. Dr Slamet Muljana 2006; 136-137). Serangan ini tidak terduga
sehingga tidak sempat melakukan strategi pertahanan yang akibatnya mudah
dikalahkan oleh pasukan Raja Jayanegara. Cerita Lamajang tidak lagi terdengar
setelah peristiwa Perang Lamajang (1311-1316).
Simbol Kegelisahan Patih Nambi.
Candi Agung disebut oleh masyarakat Randuagung sebagai Candi Gelisah. Dimana Kegelisahan Sang Patih yang mendengar akan penyerangan terhadap dirinya yang sedang berduka akan wafatnya sang Ayah yaitu Arya Wiraraja adalah Raja dari Kerajaan Lamajang Tigang Juru yang merupakan panutan beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai Mahapatih di Majapahit.
Patih
Nambi yang difitnah sebagai pemberontak karena ketidakhadirannya dalam tugas
sebagai Mahapatih di Majapahit dianggap "Mbalela" terhadap
kebijaksanaan Sang Raja Majapahit yaitu Raja Jayanegara. Kemungkinan kekuasaan
Raja Jayanegara pengganti dari Raja Sanggramawijaya (Raden Wijaya) ini, tidak
didukung oleh sebagian besar dari pejabat kerajaan Majapahit yang merupakan
pengikut setia Raden Wijaya.
Duka
citanya yang mendalam akan wafatnya sang ayah dan beliau mendengar akan di
serang membuat rasa khawatir yang begitu dalam karena beliau akan menghadapi
dalam perang tersebut adalah sahabat-sahabat dalam perjuangan dan kerabat.
Selain itu Patih Nambi membawa nama besar ayahnya yang merupakan tokoh yang
pendiri Kerajaan Majapahit bersama Raden Wijaya.
Candi
Agung adalah simbol kegelisahan Patih Nambi untuk mempertahakan keyakinan
dirinya terhadap tugas yang diembannya selama ini sebagai Mahapatih Majapahit.
Dan dalam tugasnya Patih Nambi membawa nama besar Arya Wiraraja sang Ayah
sebagai teladannya. Penyerangan oleh Raja Jayanegara tahun 1311 M ke Lumajang
sehingga disebut sebagai Perang Lamajang yang akhirnya Patih Nambi berhasil
dikalahkan, beliau wafat dalam perang dan Lamajang dapat ditaklukan tahun 1316
M.
Ilustrasi Pasukan Lamajang. Doc.lumajangfacebook.com
Tragisnya
Nama Patih Nambi wafat tidak diabadikan sebagai sosok pejuang yang membela
daerahnya, tetapi sebagai sebutan pemberontak melekat dalam dirinya. Padahal
tujuan beliau yang berjuang untuk mempertahankan wilayah yang merupakan tanah
kelahiran ayahnya dan dirinya seharusnya sebagai teladan bagi generasi pemuda
yang berjuang untuk memajukan daerahnya dan tidak patah semangat dalam
menghadapi masalah apapun.
Contoh
perjuangan patih Nambi ini adalah bukti beliau adalah tokoh pemuda yang
berjuang tanpa pamrih, selain itu juga walau beliau teraniaya karena diangggap
pemberontak tapi beliau masih menghormati para sahabat dan kerabat yang
sama-sama berjuang walau di hati kecilnya banyak perbedaan yang muncul setelah
Majapahit yang didirikan bersama menjadi Kerajaan besar.
bu aries saya ga mudheng bacanya bu..hadeh (maap ya bu, dibaca berulang-ulang juga ga nyantol) :(
BalasHapusgpp mbak Asyd...sdh baca aja suatu kemajuan :)
BalasHapusga baca kok bu,baru liat aja kok panjang bener..(nyerah wis :p)
BalasHapushahaha...bacanya perlu diresapi mbk :D
BalasHapusBagus, terima kasih atas infonya. Tertarik dgn sejarah majapahit di lumajang.
BalasHapus